Pages

Subscribe:

Minggu, 13 November 2011

Proses Masuknya Agama Islam di Indonesia

Dalam kajian ilmu sejarah, tentang masuknya Islam di Indonesia masih “debatable”. Oleh karena itu perlu ada penjelasan lenih dahulu tentang penegrtian “masuk”, antara lain:
  1. Dalam arti sentuhan (ada hubungan dan ada pemukiman Muslim).
  2. Dalam arti sudah berkembang adanya komunitas masyarakat Islam.
  3. Dalam arti sudah berdiri Islamic State (Negara/kerajaan Islam).
Selain itu juga masing-masing pendapat penggunakan berbagai sumber, baik dari arkeologi, beberapa tulisan dari sumber barat, dan timur. Disamping jiga berkembang dari sudut pandang Eropa Sentrisme dan Indonesia Sentrisme.
Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia.
  1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
    1. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
    2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.
    3. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
    4. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
    5. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
    6. Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
    7. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
    8. T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).
  1. Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
    1. Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)
  2. Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
    1. Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M.
    2. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
    3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
    4. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam di kawasan Indonesia.
Siapakah Pembawa Islam ke Indonesia?
Sebelum pengaruh islam masuk ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik dari Arab, Persia, India dan China. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan sinkretis merasuk dan punya pengaruh di arab, Persia, India dan China. Melalui perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian bangsa Arab, Persia, India dan china punya nadil melancarkan perkembangan islam di kawasan Indonesia.
Gujarat (India)
Pedagang islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
  1. ukiran batu nisan gaya Gujarat.
  2. Adat istiadat dan budaya India islam.
Persia
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
  1. Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
  2. Pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
  3. Pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti antara lain:
  1. Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan Malaka.
  2. munculnya nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak mengenalkan islam.
China
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ?), mengenalkan islam di pantai dan pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti antar lain :
  1. Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
  2. Beberapa makam China muslim.
  3. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan social yang penuh toleransi (Umar kayam:1989)
Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia
1. Perdagangan dan Perkawinan
Dengan menunggu angina muson (6 bulan), pedagang mengadakan perkawinan dengan penduduk asli. Dari perkawinan itulah terjadi interaksi social yang menghantarkan Islam berkembang (masyarakat Islam).
2. Pembentukan masyarakat Islam dari tingkat ‘bawah’ dari rakyat lapisan bawah, kemudian berpengaruh ke kaum birokrat (J.C. Van Leur).
3. Gerakan Dakwah, melalui dua jalur yaitau:
a. Ulama keliling menyebarkan agama Islam (dengan pendekatan Akulturasi dan Sinkretisasi/lambing-lambang budaya).
b. Pendidikan pesantren (ngasu ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sisitem pendidikan Pondok Pesantren, Kyai sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid.
Dari ketiga model perkembangan Islam itu, secara relitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di Indonesia. Meskipun demikian, intensitas pemahaman dan aktualisasi keberagman islam bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya.
Ditemukan dalam sejarah, bahwa komunitas pesantrean lebih intens keberagamannya, dan memiliki hubungan komunikasi “ukhuwah” (persaudaraan/ikatan darah dan agama) yang kuat. Proses terjadinya hubungan “ukhuwah” itu menunjukkan bahwa dunia pesantren memiliki komunikasi dan kemudian menjadi tulang punggung dalam melawan colonial.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Kerajaan Sriwijaya dan Peninggalannya

  • Asal-usul Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah nama kerajaan yang tentu sudah tidak asing bagi Anda, karena Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara pada waktu itu (abad 7-15 M).
Nama Sriwijaya mulai dikenal sebagai kerajaan sejak G Coedes menerbitkan artikel berjudul Le Royaume de Crivijaya tahun 1918. Sejak itu, Kerajaan Sriwijaya semakin menarik perhatian para peneliti dari Indonesia dan asing. Jejak-jejak Sriwijaya terus digali, dan temuan-temuan baru pun bermunculan.
Sriwijaya dikenal sebagai pusat studi agama Buddha dan pengembangan ilmu pengetahuan. Pengembara China, I Tsing, datang ke Sriwijaya dengan menumpang kapal dari Persia pada tahun 672 Masehi.
Dia mencatat, Sriwijaya saat itu telah menjadi kota dagang, kota pelajar, dengan penduduk dan raja beragama Buddha. Sarjana China itu sempat tinggal enam bulan untuk belajar tata bahasa sanskerta. Setelah berkunjung ke India, ia kemudian menetap selama sekitar tujuh tahun di bumi Sriwijaya. Dengan jumlah pendeta lebih dari 1.000 orang, pendeta Buddha yang ingin ke India dianjurkan untuk belajar setahun atau dua tahun terlebih dahulu di Sriwijaya.

  • Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
 
Sejumlah manuskrip dan prasasti tentang kerajaan yang berkembang abad ke-7 sampai dengan 13 Masehi di wilayah Sumatera itu banyak yang telah rusak, hilang, atau masih terkubur dalam tanah. Sejarah Sriwijaya justru banyak disusun berdasarkan berita-berita dari pengelana asing, seperti dari China, India, atau Arab.

Sumber dari dalam negeri berupa prasasti yang berjumlah 6 buah yang menggunakan bahasa Melayu Kuno dan huruf Pallawa, serta telah menggunakan angka tahun Saka:
a. Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Kedukan Bukit, di tepi sungai Talang dekat Palembang, berangka tahun 605 Saka atau 683 M. Isi prasasti tersebut menceritakan perjalanan suci/Sidayatra yang dilakukan Dapunta Hyang, berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara sebanyak 20.000 orang. Dari perjalanan tersebut berhasil menaklukkan beberapa daerah. 
b. Prasasti Talang Tuo: pada 17 November 1920 ditemukan prasasti Talangtuo di Desa Gandus, Palembang. Prasasti berisi tulisan huruf pallawa berbahasa Melayu kuno bertarikh 684 Masehi itu menyebutkan tentang pembangunan Taman Sriksetra untuk kemakmuran semua makhluk dan terdapat doa-doa yang bersifat Budha Mahayana oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Pada akhir Desember 1920, ditemukan prasasti Kedukan Bukit di tepi Sungai Kedukan Bukit, Palembang. Prasasti bertarikh 682 Masehi yang dipahat di batu kali itu menceritakan perjalanan Dapunta Hyang bersama balatentaranya untuk mendirikan wanua (tempat tinggal) Sriwijaya.
c. Prasasti Telaga Batu: prasasti Telaga Batu ditemukan di daerah Telaga Batu, Sabokingking, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, tahun 1918. Prasasti yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi ini berbentuk unik, yaitu lempengan batu selebar 1,4 meter yang bagian atasnya dihiasi tujuh kepala ular kobra. Bagian bawah lempengan dilengkapi cerat untuk mengalirkan air saat berlangsung upacara. Selain berisi kutukan, prasasti ini mencantumkan perangkat birokrasi Kerajaan Sriwijaya secara lengkap.
d. Prasasti Kota Kapur: data arkeologis tentang Sriwijaya yang mula-mula muncul adalah prasasti Kota Kapur yang ditemukan JK van der Meulen di dekat Sungai Mendo, Dusun Kota Kapur, Desa Pernagan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Desember 1892. Prasasti di atas tunggul batu itu berisi kutukan bagi mereka yang tidaktaat kepada Raja Sriwijaya.
e. Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi tidak berangka tahun.
f.  Prasasti Palas Pasemah ditemukan di Lampung Selatan tidak berangka tahun

Prasasti lain yang juga berisi kutukan adalah prasasti Boom Baru yang ditemukan di daerah Boom Baru, Palembang, pada tahun 1992. Ada juga prasasti dari daerah lain, seperti prasasti Palas Pasemah dan prasasti Bungkuk dari Lampung. Selain itu, ditemukan potongan-potongan prasasti, arca, manik- manik, mata uang, struktur bangunan, potongan kapal, dan lebih dari 16 situs di Palembang.

Empat situs di antaranya memiliki penanggalan pasti sekitar abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi, yaitu situs Candi Angsoka, prasasti Kedukan Bukit, situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan Sriwijaya juga ditemukan di Riau, Jambi, dan Thailand.

BUKU Panduan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya menyebutkan, berbagai prasasti dan peninggalan itu menggambarkan Sriwijaya telah berkembang sebagai kerajaan maritim yang besar, yang melakukan ekspansi hingga menguasai wilayah Malayu, Pulau Bangka, dan Lampung. Dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, Sriwijaya dapat menguasai jalur perdagangan internasional, serta pelayaran dari India ke China dan sebaliknya.

Berita dari China dan Arab menyebutkan, kapal-kapal Sriwijaya juga berlayar ke China dengan membawa berbagai komoditas perkebunan, seperti cengkeh, pala, lada, timah, rempah-rempah, emas, dan perak. Barang-barang itu dibeli atau ditukar dengan porselin, kain katun, atau kain sutra.

Kekuatan maritim dapat dilacak dari peninggalan kemudi kapal Sriwijaya yang ditemukan di Sungai Buah, Palembang, pada tahun 1960-an. Kemudi yang terbuat dari kayu onglen hitam sepanjang delapan meter tersebut saat ini tersimpan di Museum TPKS. Memperhatikan ukurannya yang besar dan panjang, kemungkinan kemudi itu digunakan untuk mengemudikan kapal besar guna mengarungi samudra.

Kebesaran Sriwijaya justru terlacak dari peninggalan di India dan Jawa. Prasasti Dewapaladewa dari Nalanda, India, abad ke-9 Masehi menyebutkan, Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa (Sriwijaya) membuat sebuah biara. Prasasti Rajaraja I tahun 1046 Masehi mengisahkan pula, Raja Kataha dan Sriwiyasa Marajayayottunggawarman dari Sriwijaya menghibahkan satu wilayah desa pembangunan biara Cudamaniwarna di kota Nagipattana, India.

KERAJAAN Sriwijaya runtuh pada tahun 1377 setelah muncul Kerajaan Singasari dan kemudian Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur. Palembang kemudian dikuasai secara berturut-turut oleh para perompak dari China, Kesultanan Palembang Darussalam, dan pemerintah kolonial Belanda.

Namun, Sriwijaya akan tetap dikenang sebagai kerajaan yang berhasil mengembangkan kekuatan maritim, sosial politik, perdagangan, dan pusat studi agama Buddha yang disegani negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada masanya.


Nah, itu tadi penjelasan tentang kerajaan Maritim terbesar di Nusantara yaitu Kerajaan Sriwijaya. HEBAT YA NENEK MOYANG KITA!!!
HAPPY READING :)